Informasi umum tentang Indonesia:

Indonesia adalah negara yang telah terkena dampak bencana alam (gempa bumi, tsunami, gunung berapi, angin topan, dll) yang terjadi secara konstan khususnya dalam hal ekonomi dan sosial selama beberapa tahun terakhi. Bencana alam terjadi secara konstan dalam sejarah Indonesia dan kehidupan masyarakat setempat.

Selain itu, krisis ekonomi negara itu telah mempengaruhi jutaan pekerja dengan konsekuensi ribuan anak-anak telah dipaksa untuk meninggalkan sekolah untuk bekerja. Pekerja anak merupakan masalah besar di Indonesia, setidaknya 2,3 juta anak usia 10 sampai 14 tahun dan 3,8 juta anak berusia 15 sampai 18 tahun bekerja untuk membantu keluarga mereka.

Informasi dari Hu’u (Pulau Sumbawa):

Pulau Sumbawa merupakan wilayah Republik Indonesia dan terletak di tiga pulau jauh dari pulau Bali. Pulau Sumbawa sangat berbeda dari pulau Bali. Pulau Bali adalah sebuah pulau yang sangat berkembang, baik dalam bidang ekonomi maupun pariwisata, di mana ribuan wisatawan dari seluruh dunia tiba di bandara setiap hari. Namun pulau Sumbawa, meskipun jauh lebih besar dari Bali (Bali: 5.700 km2, Sumbawa: 15.448 km2), hanya menerima beberapa wisatawan setiap minggunya. Selain itu, orang-orang dari pulau Sumbawa tidak tahu bagaimana memanfaatkan pariwisata, yang dapat membantu mereka meninggalkan kemiskinan ekstrim yang mereka alami sekarang.

Di pulau Sumbawa, khususnya di Kabupaten Dompu, terdapat penduduk Hu’u yang terdiri dari 19 desa, dibangun di atas lahan seluas 30 kilometer jalan, dan dihuni oleh sekitar 18.050 orang, dimana 30% dari mereka adalah usia sekolah. Masalah utama mereka adalah dari negara, dengan dampak sosial yang lebih besar mengingat karakteristik daerah dan pengucilan sosial yang jelas di mana penduduk tinggal, terutama mengingat populasi ini terasing dari setiap jenis infrastruktur. Selain itu, sebagai daerah dengan sumber daya ekonomi yang terbatas, kelemahan penduduk lokal sangat jelas.

Meskipun memiliki tingkat melek huruf sebesar 91%, kegagalan sekolah di Indonesia berada pada prosentase 50% putus sekolah untuk pendidikan dasar dalam enam tahun terakhir. Angka-angka di atas tidak representatif mengacu pada populasi Hu’u, di mana kegagalan tingkat melek huruf dan sekolah di tingkat yang jauh kurang optimis. Penduduk lokal bekerja dalam pemanfaatan lahan dan memancing, serta mengumpulkan rumput laut untuk perusahaan kosmetik dan menjualnya dengan harga yang tidak masuk akal.

Selain itu, pendidikan sekolah di Hu´u (Dompu-NTB) memiliki kualitas yang rendah, dengan guru yang sebagian besar tidak memiliki gelar universitas atau persiapan untuk mengajar (pasti tidak semua). Sistem pengajaran Bahasa Indonesia juga tidak memiliki konten teknis atau profesional, sehingga keberhasilan anak-anak dalam peluang profesional benar-benar tidak ada. Semua hasil di atas benar-benar karena ketidakpercayaan penduduk setempat terhadap sekolah, yang mengarah kepada kegagalan besar sekolah dan putus sekolah, serta kesenjangan yang signifikan dalam pendidikan dan pelatihan masyarakat Hu’u.

Tidak memadainya struktur sekolah dan sistem pendidikan dengan karakteristik populasi yang kurang beruntung, menyebabkan kesenjangan yang signifikan dalam pendidikan dan pelatihan dalam populasi ini. Kerawanan standar hidup di daerah pedesaan, tingginya tingkat buta huruf dan kegagalan sekolah di daerah, serta tingginya tingkat pekerja anak, menempatkan orang para pemuda di Hu’u dalam situasi kerentanan yang ekstrim.

Berdasarkan hasil pengamatan pertama, hal tersebut menyebabkan banyak anak usia sekolah yang tidak bersekolah secara teratur, sebagian besar anak-anak yang tinggal di masyarakat pedesaan terpencil. Selain itu, banyak anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah karena mereka melakukan pekerjaan yang tidak pantas untuk usia mereka: bertani, berkebun, bekerja untuk pedadang kecil, membersihkan sepatu, dll. Akses ke sekolah tidak mudah karena kurangnya transportasi sekolah dan komunikasi yang buruk, yang menghalangi anak-anak dari desa-desa yang jauh untuk sampai ke sekolah setiap hari. Menurut guru, banyak orang tua yang menunjukkan sedikit minat terhadap sekolah anak-anak mereka dan, baik karena kebutuhan maupun apatis, mereka lebih suka anak-anak mereka untuk membantu pekerjaan rumah tangga, bagi anak-anak perempuan khususnya, atau bekerja dilapangan bagi anak laki-laki.

Jika situasi pendidikan untuk anak-anak sangat rendah, maka sistem pendidikan orang dewasa benar-benar tidak ada. Di antara populasi orang dewasa terdapat tingginya tingkat buta huruf. Diperkirakan sekitar sepertiga dari orang-orang tersebut buta huruf, baik karena mereka tidak bersekolah pada saat itu, atau karena saat ini tidak ada program pelatihan khusus yang didedikasikan untuk segmen penduduk ini.

Karena alasan ini menyebabkan tingginya penyakit anak, terutama yang disebabkan oleh kekurangan gizi, kurangnya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pusat kesehatan, serta kurangnya vaksinasi yang diberikan untuk penduduk setempat. Terdapat juga banyak kasus, namun tidak dihitung dengan benar, anak-anak dengan cacat berat.

Akhirnya, dari sudut pandang lingkungan, tidak tersedianya pengumpulan sampah kota, sehingga terjadi timbunan pembuangan sampah oleh penduduk setempat. Dalam hal ini, penduduk setempat menunjukkan tidak memiliki pendidikan lingkungan sama sekali. Oleh karena itu, memberikan pendidikan dan pengelolaan limbah lingkungan sangat penting untuk mempertahankan dan menjaga sumber daya alam daerah.

Singkatnya, penduduk Hu’u hidup dalam konteks kerentanan ekstrim dan pengucilan sosial multidimensi, di mana tidak ada banyak kesempatan untuk pengembangan dan kesuksesan baik secara sosial maupun profesional.